NEGARA HARUS SEGERA BERTINDAK ATAS PELARANGAN NATAL DAN TAHUN BARU DI SUMATERA BARAT
WAJAHNUSANTARAKU.COM, Jakarta - Pelarangan ibadah dan perayaan Natal tahun 2019 bagi seluruh umat Kristiani di Sungai Tambang, Kabupaten Sijunjung dan Jorong Kampung Baru, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, fakta pahit yang harus disikapi secara serius oleh negara. Peristiwa itu tidak saja melanggar hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) sebagai hak asasi manusia (HAM) yang melekat pada setiap manusia yang tidak bisa dihilangkan (inalienable right) dalam keadaan apapun, tetapi juga melanggar berbagai instrumen hukum internasional dan hukum nasional, termasuk konstitusi.
Konstitusi sebagai hukum dasar dalam penyelenggaraan negara, berdasarkan Pasal 29 ayat (2) UUD Tahun 1945 "Menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu". Senada dengan itu, jaminan hak atas KBB termaktub dalam instrumen hukum internasional yang telah diratifikasi Indonesia melalui pengesahan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)).
Jaminan penghormatan hak atas KBB dalam berbagai instrumen hukum tersebut merupakan kewajiban dan tanggungjawab negara. Kewajiban untuk menghormati (the obligation to respect) hak asasi manusia, melindungi (the obligation to protect), memenuhi (the obligation to fulfill), dan memajukan mengembangkan meningkatkan (the obligation to promote) HAM.
Dalih negara yang direpresentasikan oleh pemerintah daerah setempat dengan mengatakan: "mereka tidak mendapatkan izin dari pemerintah setempat karena perayaan dan ibadah Natal dilakukan di rumah salah satu umat yang telah dipersiapkan. Pemda setempat beralasan karena situasinya tidak kondusif," ujar Badan Pengawas Pusat Studi Antar Komunitas (PUSAKA), Sudarto kepada Covesia—jaringan Suara.com melalui telepon di Padang, Selasa (17/1/2/2019)", menunjukkan bahwa negara mengabaikan kewajiban dan tanggungjawab untuk memperlindungan (the obligation to protect) hak atas KBB penduduk setempat yang adalah warga negara Indonesia.
Alasan ketiadaan "izin perayaan dan ibadah Natal yang dilakukan di rumah salah satu umat", justru mereduksi hak dasar manusia ke wilayah administrastif. Sementara alasan "situasi yang tidak kondusif", justru menunjukkan bahwa negara tidak punya kuasa (power) melaksanakan kewajibanny untuk melindungi warga negara. Kewajiban untuk melindungi berarti bahwa negara harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah individu atau kelompok lain melanggar hak atas KBB.
Ironisnya, praktik pelarangan bagi umat Nasrani ini untuk merayakan Natal dan Tahun Baru ternyata sudah berlangsung sejak tahun 1985. "Sudah berlangsung cukup lama (1985), selama ini mereka beribadah secara diam-diam di rumah salah satu jamaat, namun mereka sudah beberapa kali mengajukan izin untuk merayakan Natal, namun tak kunjung diberikan izin. Pernah sekali, pada awal tahun 2000, rumah tempat mereka melakukan ibadah kebaktian dibakar karena adanya penolakan dari warga," kata Sudarto. "Saat ini sekitar 210 kepala keluarga (KK) umat Nasrani di Sungai Tambang, yang terdiri dari 120 KK jamaat HKBP, 60 KK Khatolik dan 30 KK GKII. Selama ini merayakan Natal di geraja di Sawahlunto yang harus menempuh jarak 120 kilometer," tegasnya. (Sumber: suara.com). Lantas kemana dan dimana peran negara untuk menjamin perlindungan hak konstitusional warga negara?
Berdasarkan hal-hal tersebut, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota Bogor, menyatakan hal-hal sebagai berikut:
1. Mendesak pemerintah pusat untuk memotong transfer Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Pemda Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, karena pelarangan Natal 2019 dan tahun baru merupakan tindakan intoleran yang dapat menghambat kebijakan strategi pembangunan nasional;
2. Mendesak negara melalui aparaturnya untuk segara memberikan perlindungan dalam rangka perayaan Natal dan tahun baru sebagai hak atas KBB terhadap seluruh umat Kristiani di Sungai Tambang, Kabupaten Sijunjung dan Jorong Kampung Baru, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat;
3. Mendesak pemerintah tidak kalah dan mengalah terhadap individu atau kelompok yang membatasi atau melarang hak asasi yang melekat bagi setiap orang;
4. Meminta semua pihak untuk memiliki kesadaran yang sama dalam menjunjung tinggi semboyan "Bhineka Tunggal Ika" sebagai ikatan emosional anak bangsa demi terciptanya persatuan Indonesia;
Siaran pers ini disampaikan pada wajahnusantaraku.com tanggal 18 Desember 2019 oleh Ketua DPD PSI Bogor Sugeng Teguh Santoso, S.H.
0 Response to "NEGARA HARUS SEGERA BERTINDAK ATAS PELARANGAN NATAL DAN TAHUN BARU DI SUMATERA BARAT "
Post a Comment
1.Berkomentarlah dengan kata-kata yang sopan
2.No SPAM, No Live link , No Sara , No P*rn
3.Untuk Blogwalking / Mencari Backlink bisa Menggunakan OPENID , Name URL
Komentar yang tidak sesuai dengan isi Konten , Akan Langsung di Delete.