WAJAHNUSANTARAKU.COM, JAKARTA – Kesetiaan D'Artbeat yang dimulai perdana tahun 2003 silam lewat Drama Musikal 'Inspektur Jenderal' untuk terus berproduksi sampai saat ini walaupun tidak mudah untuk digulirkan karena melihat pementasan seni yang dapat dinikmati dengan nilai-nilai positif masih jarang ditemui padahal sadar ataupun tidak sadar sangat berdampak pada kehidupan manusia serta memberikan pengalaman dan pengaruh besar bagi orang yang terlibat didalamnya. Maka selain memperkaya Industri Kreatif Indonesia, oleh D'Artbeat dirancang guna memberi kesempatan pada anak muda dan para pecinta seni untuk memiliki wadah berkomunitas dan berekspresi seni positif sekaligus menjadi wadah mengembangkan karakter dan bakat mereka.
Drama
Musikal (Dramus) 'Peron' adalah produksi
D'Artbeat ke-12 dengan tagline "Banyak orang berani mati, tetapi
sedikit yang berani hidup saat menghadapi tantangan", merupakan adaptasi
naskah "Suatu Saat Di Stasiun" karya Alm. Varian Adiguna 13 tahun
silam yang dikembangkan oleh tim Kreatif
D'Artbeat. 'Peron' disutradarai oleh Ibas Aragi, Penata Tari, Felicia
Chitra dan Penata Musik, Yoan Theodora. Pemeran utama adalah Kevin Jones
sebagai Rinto dan Albertus Limandau sebagai Johan. Pemeran pendukung, Rina
Silviana sebagai Sri, Handri Sutono sebagai Kepala Stasiun, James Tue sebagai
Asep, Suryadi sebagai Lilo, Erna sebagai Dana, Hadi Tjahjadi sebagai Papa Rinto
dan Imelela sebagai Bu Kader dan lain-lain.
Dramus ini
dipentaskan di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Cikini, hari Jumat
satu pertunjukkan dan Sabtu dua pertunjukkan (12-13/10/2019).
Sutradara
Ibas Aragi yang temui pada hari kedua pementasan menjelaskan
kenapa diambil judul 'Peron' karena sebagai simbol tempat bertemu dan berkumpul
orang-orang dari berbagai tempat, karakter dan permasalahan. "Ini adalah
adaptasi naskah yang saya bongkar dan masukkan tokoh-tokoh baru, kasus-kasus
dan suasana baru. Sangat menarik sekali untuk diungkap permasalahan mereka
sebenarnya lewat drama musikal bukan saja dari cerita penumpang tetapi juga
para penghuni peron yang sehari-hari tinggal di area stasiun. Mungkin saja
cerita mereka juga dialami oleh penonton yang menyaksikan. Ada dua hal yang mau
disampaikan lewat 'Peron" ini yaitu jangan cepat menghakimi orang sebelum
tahu siapa dia, latar belakang dan apa permasalahannya, lalu jangan gampang
kabur dari masalah atau tantangan tetapi harus dihadapi sampai menemukan jalan
keluar yang bagus," ujar penulis naskah film layar lebar 'Horas Amang'
ini.
Pria yang
mengenal dunia teater sejak 1983 ini bercerita ia dan tim agak kesulitan
mencari peron berarsitektur sesuai naskah berlatar belakang tahun 90-an tetapi
berhasil ditemukan di pinggiran kota Bogor. Ini dikarenakan peron-peron yang
ada saat ini hampir semuanya bagus dan modern.
Sedangkan
tantangan sebenarnya bagi pria yang di tahun 2000 memutuskan untuk total
ber-teater ini adalah dapat mewartakan Firman Tuhan dengan adegan dan dialog
yang membumi sehingga dapat diterima oleh semua penonton yang berlatar belakang
sosial dan agama yang berbeda tanpa ada paksaan apalagi menimbulkan kecurigaan.
Tetapi Ibas yakin Firman yang ditabur tidak pernah kembali sia-sia.
Lanjutnya,
Melihat karya panggung yang tepat untuk menyalurkan ekspresi, imajinasi di
jalur yang positif Ibas berpesan untuk para anak muda untuk ikut berkarya seni
di panggung karena sangat bagus. "Amat disayangkan bila ada anak muda yang
menyalurkannya dengan cara yang salah. Apalagi di panggung ada hasilnya dan
lewat panggung kita diajar berkarya positif dan bertanggung jawab,"
tegasnya.
Salah satu
tim Ketua D'Arbeat, Network and Sponsorship, Grace Kusno Tanuadji
berkata ada dua tantangan dalam menyiapkan pentas yaitu para pemain yang
rata-rata adalah volunteer dan pencarian dana-dana yang dibutuhkan.
"Adalah kerja keras Bang Ibas mengolah pemain yang masih sedikit jam
terbang di pentas skala umum menjadi bisa bermain di panggung 'Peron'. Mereka
semua sangat luar biasa. Untuk dana yang dibutuhkan, kita semua tahu lewat
penjualan tiket katakan tiket habis seratus persen pun masih belum menutup
biaya pengeluaran. Kita bukan organisasi yang memiliki donatur yang teratur
memberi dana. Jujur saja, kiranya ada anak-anak Tuhan yang punya hati lewat
seni dan kita sama-sama membagikan kabar baik dan membagikan nilai-nilai
positif yang membangun, saya rindu untuk dapat bertemu dengan orang tersebut.
Biar kami di bagian produksi, mereka yang support," jelas istri
dari Ongky Tanuadji, Koordinator Tim Kreatif.
Lanjutnya,
Grace Kusno dan D'Artbeat tetap bersyukur dan maju terus walaupun diatas kertas
pendapatan masih jauh dari yang diharapkan apalagi sekarang tempat latihan juga
harus sewa karena luas ruang latihan yang dimiliki sudah tidak cukup lagi.
"Kami percaya Tuhan melihat hati pasti IA akan buka jalan. Puji Tuhan,
terima kasih, saat ini masih diberi teman-teman sponsor yang masih mendukung
dan juga terima kasih gereja-gereja dan sekolah yang berkenan tempatnya dipakai
latihan," pungkasnya.
Didirikan
tahun 2003, D'Artbeat telah banyak memproduksi Drama Musikal yang diadaptasi
dari kehidupan atau cerita rakyat Indonesia seperti Dramus S.U.S.I (2013) yang
bercerita tentang idola dan penggemarnya, Putih Hitam Lasem (2014) bercerita
tentang kisah cinta gadis Tionghoa dengan seorang ppemuda Jawa. Siapa Kaya
Siapa Miskin (2016), kisah nyata percintaan antara pemuda miskin tamatan SMA
dan gadis anak orang kaya dengan pendidikan yang baik. (Broery)
0 Response to "Drama Musikal 'PERON' Berani Menghadapi Tantangan Hidup "
Post a Comment
1.Berkomentarlah dengan kata-kata yang sopan
2.No SPAM, No Live link , No Sara , No P*rn
3.Untuk Blogwalking / Mencari Backlink bisa Menggunakan OPENID , Name URL
Komentar yang tidak sesuai dengan isi Konten , Akan Langsung di Delete.