WAJAHNUSANTARAKU.COM, - Jeffry Tambayong Ketua Umum Forum Organisasi Kemasyarakatan Anti Narkoba Nasional (FOKAN), dan juga Ketua Umum GMDM (Garda Mencegah dan Mengobati) mengatakan Indonesia dikhawatirkan akan mengalami lost generation di masa yang akan datang bila penyalahgunaan narkoba tidak segera diberantas secara menyeluruh. Hal ini dikatakan Jeffry berkaca dari sejarah negeri Tiongkok yang dikalahkan Inggris tanpa melalui peperangan senjata, melainkan menggunakan jenis Narkoba yang populer ketika itu, yakni candu.
Tindak penyalahgunaan narkoba terus menjadi permasalahan serius di
Indonesia. Meski Badan Narkotika Nasional (BNN) dan telah berupaya maksimal
dalam melakukan pencegahan dan penindakan, nyatanya peredaran barang berbahaya
itu masih menjamur di pelbagai kalangan.
“Karena kalau tidak (diberantas),
percaya kepada saya ke depan ini kita akan menghadapi lost generation. Jadi kita siap-siap kaya China waktu itu kalah
sama Inggris karena perang candu,” ungkap Jeffry ketika berjumpa dengan awak
PEWARNA Indonesia di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Minggu malam
(11/03/2019).
Dari pengamatan pendiri Garda
Mencegah dan Mengobati (GMDM) itu juga didapatkan sebuah fakta yang
mengejutkan. Ancaman lost generation
yang dimaksud bukanlah sekedar isapan jempol belaka, melainkan telah menunjukan
tanda-tanda nyata di berbagai wilayah di Indonesia, dan terjadi saat ini.
“Sekarang di pedalaman, orang-orang
di pedalaman, petani-petani kalau nggak pakai sabu nggak bisa kerja. Nelayan-nelayan di Pantura
itu kalau nggak pakai sabu, rata-rata baik di Belawan, Bitung, itu para nelayan
bisa patungan-patungan. Jangankan itu, anak-anak tangkapan Polres, anak tukang
bajaj, tukang siomay yang dikirim ke kita (GMDM), mereka patungan perorang 50
ribu untuk nyabu bareng,” ungkapnya dengan nada prihatin.
Jeffry yang datang bersama dengan
aktivis muda anti narkoba, Richard Nayoan, kemudian memaparkan bahwa saat ini
proses pengungkapan kejahatan narkoba belum menyentuh angka 10 persen jika
dibandingkan dengan volume peredarannya. Pandangan itu disampaikan berdasarkan
data yang dirilis oleh mantan Kepala BNN, Komjen. Pol. (Purn) Budi Waseso alias
Buwas.
“Karena waktu sebelum lengser pak
Buwas (Komjen. Pol. Budi Waseso) bilang kurang lebih 350 sampai 600 ton
sabu-sabu yang beredar. Nah sedangkan pak Arman Depari (Deputi Bidang
Pemberantasan BNN) tangkap kurang lebih 5 ton, belum lagi Mabes Polri.
Katakanlah kita anggap besarnya 10 ton, itu berarti tidak sampai sepuluh persen
yang beredar bisa ditangkap,” ungkapnya.
Kondisi itu menurut Jeffry ikut
diperparah dengan masih adanya oknum dari instansi penegakan hukum yang bermain
mata dengan para Bandar. Belum lagi minimnya pengawasan di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) yang melebihi daya tampung semakin menjadikan Lapas
sebagai tempat yang cukup “aman” bagi jaringan pengedar.
“Kemarin kan pak Arman tangkap 1,5
ton, 200 kg Sabu di luar, tetapi dikendalikan di jaringan Lapas. Tapi saya
mengerti mungkin tak bisa ditangani semua oleh orang Lapas karena kapasitas.
Contoh di Cipinang seribu (daya tampung tahanan), tapi sekarang sudah empat
ribu lima ratus. Siapa yang bisa jaga (jumlah) tersebut? Impossible bisa menjaga itu semua. Jadi ya beberapa Bandar lebih
senang berada di Lapas karena mereka lebih gampang, nggak takut ketangkep,” ungkapnya.
Sikapi Dengan Ketegasan Hukum
Dengan tergolongnya penyalahgunaan
narkoba sebagai kejahatan luar biasa, Jeffry mengatakan tindakan tegas dengan
menghukum mati Bandar adalah harga yang harus dibayar untuk menciptakan efek jera
bagi para pelaku kejahatan ini. Kalau pun ada pihak yang memandang hukuman mati
sebagai pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), Jeffry kemudian mengajak
publik untuk melihat dengan kacamata yang lebih luas bahwa peredaran gelap
narkoba telah merampas hak asasi para korban dan keluarga mereka.
“Banyak orang tua yang kehilangan
anak mereka, para istri yang kehilangan suami, atau pun kehilangan saudara yang
mati karena narkoba. Sekarang justru mereka (keluarha korban) bangkit melawan
dan menjadi yang terdepan untuk mendukung hukuman mati terhadap Bandar,” terangnya.
Lebih dalam Jeffry berkata Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2018 tentang P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkoba) yang dikeluarkan oleh Presiden Joko
Widodo telah memperkuat landasan hukum dalam melakukan penindakan
penyalahgunaan narkoba.
“Tetapi menurut saya, kan pak Jokowi
sudah mengeluarkan Inpres (Instruksi Presiden) nomor 6 tahun 2018 tentang P4GN
yang leading sectornya BNN. Kenapa Inpres
ini timbul? Karena persoalan narkoba tidak bisa tertangani lagi, harus melalui
penanganan dari hilir sampai hulu, begitu. Nah ini ambil saja kebijakan
Pemerintah, orang yang sudah ditetapkan, sudah mengajukan PK satu-dua kali
tembak mati saja sudah. Tetapi Jokowi harus ada (sebagai) Panglima di depan,
artinya harus berani,” tutup Jeffry Tambayong.
Jeffry Tambayong : Indonesia Dikhawatirkan Mengalami Lost Generation Jika Lemah Dalam Pemberantasan Narkoba
0 Response to "Jeffry Tambayong : Indonesia Dikhawatirkan Mengalami Lost Generation Jika Lemah Dalam Pemberantasan Narkoba"
Post a Comment
1.Berkomentarlah dengan kata-kata yang sopan
2.No SPAM, No Live link , No Sara , No P*rn
3.Untuk Blogwalking / Mencari Backlink bisa Menggunakan OPENID , Name URL
Komentar yang tidak sesuai dengan isi Konten , Akan Langsung di Delete.