Sebastian Salang Koordinator Formappi |
"Awalnya saya bermimpi, kabupaten Manggarai bisa menjadi model inspirasi daerah lain di NTT dalam hal tidak adanya mahar politik dan politik uang. Tapi, partai ternyata tidak terlepas dari pragmatisme dengan minta imbalan dengan sangat fantastis. Akhirnya saya memilih mundur karena saya ingin menjadi bupati tanpa politik uang dan mahar politik sedikit pun," ujar Sebastian di Jakarta, Rabu (29/7).
Sebastian memang mengaku bahwa awalnya, ada rasa pesimistis dari teman-teman, apakah dirinya yang selama ini getol bicara soal pemberantasan korupsi, membangun politik yang beradab, serta menolak 'mahar' politik akan mendapat tempat di tengah politik yang selalu bersifat transaksional. Namun, Sebastian yakin bahwa ada satu dua parpol yang baik dan punya komitmen untuk membangun demokrasi Indonesia.
"Saya punya mimpi dan ini adalah mimpi kita semua bahwa di tengah maraknya praktek korupsi dan mahar politik,masih ada orang baik di dalam parpol untuk tolak mahar politik dan menjadikan parpol sebagai wadah untuk memilih orang-orang baik untuk membangun Indonesia dari daera melalui pilkada," ungkap Sebastian.
Oleh karena itu, Sebastian sejak awal memilih menjadi calon bupati melalui jalur partai politik. Menurut Sebastian, parpol memiliki peran yang penting dalam membangun demokrasi Indonesia. Sebastian kemudian melakukan fit and proper test di tiga partai yakni PDIP, Demokrat dan Golkar.
"Namun, saya menyesal sampai sekarang PDIP dan Partai Demokrat tidak pernah memberitahukan hasil fit and proper test, saya tidak mendapat penjelasan rasional mengapa mereka tidak memilihnya dan bagaimana hasilnya. Kalau Golkar memberitahukan hasilnya dan siap mendukung saya tanpa uang sepeser pun. Terlepas dari masalah Golkar sekarang, saya tetap mengapresiasi partai Golkar," kata Sebastian.
Sebastian juga mengkritik cara parpol yang melakukan proses rekruitmen melalui survei. Pasalnya, hasil survei pasti akan selalu memenangkan incumbent terlepas incumbent bermasalah secara hukum atau tidak, baik atau tidak serta sudah membangun daerah atau tidak.
"Apalagi incumbent memiliki uang banyak sehingga ketika partai-partai besar sudah mendukungnya, maka dia bisa memborong partai-partai lain," katanya.
Lebih lanjut, Sebastian juga menyampaikan alasan mengapa dirinya lebih memilih menjadi bupati dibandingkan gubernur. Menurutnya, bupati merupakan peminpin yang memiliki wilayah dan masyarakat. Sebas juga mengaku ingin mengangkat Kabupaten Manggarai dari stigma daerah tertinggal dan menjadikannya sebagai model serta inspirasi bagi daerah lain.
"Semestinya pilkada adalah pintu masuk bagi partai politik untuk menghasilkan pemimpin yang mampu membangun daerah ke taraf nasional. Saya pun berniat untuk mengangkat Manggagai menjadi kabupaten model dan inspirasi di Indonesia. Namun, aroma adanya politik transaksional dan pragmatisme politik membuat langkah saya terhenti," cerita Sebastian.
Dalam pilkada Manggarai, Sebastian hanya membutuhkan satu kursi tambahan untuk dapat melakukan pendaftaran ke KPU daerah. Pasalnya, dia sudah mendapat empat kursi dari Partai Golkar ditambah dua kursi dukungan dari PKB.
Sumber : SP
Budaya Ijon Jaman penjajahan terhadap petani kita terus berlanjut dlm bentuk lain, balon pilkada memberikan upeti pada partai, cukong memberikan duit pada balon Bupati/Walikota/Gubernur dengan imbalan proyek pada waktu balon berkuasa hasilnya banyak Kepala Daerah Masuk Bui contoh Atut Gubernur Banten, Gatot alias Gagal Total, Gubernur Sumut dan byk lagi contohnya
ReplyDelete